Kamis, 24 Oktober 2013

TEORI APLIKASI HERMEUTIKA GADAMER DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR'AN

TEORI TEORI POKOK HERMENEUTIKA GADAMER[1]
(Fusion of Horison)
Oleh : Muaddibi Asfiyak. R

Minggu yang lalu (04 Oktober 2013), kuliah hermeneutika yang dibimbing oleh bapak Sahiron Syamsuddin kita telah mempelajara beberapa teori penafsiran yang ditawarkan oleh Gadamer diantaranya, 1) teori kesadaran keterpengaruhan oleh sejarah, 2) teori pra-pemahaman. Dan pada kesempatan kali ini penulis akan membahas teorinya yang ketiga yaitu teori Penggabungan / Asimilasi Horison / Fusion of Horison.
Asimilasi horison merupakan sebuah penggabungan dua horison yaitu a). Horison yang ada pada teks. Maksudnya adalah bahwa setiap teks pasti mempunya pengetahuan tersendiri terkait apa yang dimasud dalam pembuat teks itu sendiri atau dengan kata lain makna Objektive teks, b). Horison pembaca, yang dimaksudkan bahwa seorang pembaca teks sudah barang tentu memiliki pemahaman tersendiri terhadap teks karena dipengaruhi oleh pengalaman hidup (Efective History) pembaca, maka hal ini disebut juga dengan Subjektive teks.
Dengan adanya kedua jenis horison tersebut memungkinkan memiliki konsepsi makna yang berbeda sehingga, Gadamer mengatakan bahwa keduanya harus dikomunikasikan guna meghindari adanya ketegangan antara keduanya. Interaksi antara keduanya inilah yang disebut Gadamer juga dengan lingkaran hermeneutika (Hermeneutischer Zirkel). Dia mengatakan bahwa horison pembaca hanya berperan sebagai titik berpijak seseorang dalam memahami teks yang menjelaskan bahwa adanya pendapat atau kemungkinan makna yang dimaksudkan oleh pembaca teks. Sehingga teks tidak  boleh dipaksakan sesuai dengan titik pijaknya. Namun, titik pijak tersebut dapat mengantarkan seseorang untuk memahami makna teks yang sebenarnya. Dengan demikina disinilah letak bertemuanya antara makna objektive dan makna subjektive yang mana salaing berkaitan dalam mencari maksud teks yang sesungguhnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya antara pengarang teks dengan pembua teks memiliki horison tersendiri sehingga harus disinergikan dalam menemukan maksud teks yang dikehendaki.




[1] Dalam tulisan ini merujuk pada karya Dr.Phil.Sahiron Syamsuddin, M.A., Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, Pesantren Nawasea Pers, hlm. 48-50.